Langsung ke konten utama

goresan hati



Ketika semua teman menanyakan kesibukanku selain menjadi ibu rumah tangga, dan menyayangkan keberadaan ilmu dan ijazah s1 ku yang ditempuh jauh hingga ke benua afrika sana, aku tertegun berfikir dan hatiku bergumam, sebenarnya aku ingin sekali seperti mereka meski telah menyandang status ibu tetapi mereka masih bisa mengejar karir mereka, mereka titipkan anak-anak mereka pada ibu-ibu mereka,  dan mereka bisa bebas melakukan aktivitas diluar, sedangkan aku selalu berada dirumah dengan anak-anak, menghabiskan waktu untuk bermain dan belajar bersama mereka tanpa ada gaji yang dibayar tiap bulannya, sedih memang. Tetapi itu perasaanku dulu aku telah mengubur pemikiran dan perasaanku itu, meski kekurangan datang dan pergi menghampiriku, aku harus bersabar bukankah Allah maha kaya dan mencukupkan hambanya.

Tidak salah suamiku melarangku melakukan kegiatan diluar rumah dan harus menitipkan anak-anak seperti sebagian teman yang bertugas diluar, suamiku menginginkan anak-anakku dididik oleh tangan ibunya sendiri semasih aku mampu karena masa-masa itu takkan terulang lagi.
Lambat laun aku menyadari hal itu, aku banyak melihat dan mendengar keluh kesah para ibu yang bekerja diluar sana dan meninggalkan anaknya bersama ibu mereka bahkan pengasuhnya, mereka sering merasakan kegalauan dan menginginkan berhenti dari kerjaannya. Karena itulah aku banyak mensyukuri diri sendiri, alhamdulillah aku masih bisa menyuapi anaku sendiri, menidur siangkan mereka, Alhamdulillah aku masih melakukannya, karena masa anak-anak akan terlewatkan begitu saja. 

Perihal ilmu dan ijazah yang telah kuraih selama lima tahun belajar di Al-azhar kairo, sekarang aku tidak terlalu ambil pusing, untuk memanfaatkan ilmu tidak harus diluaran sana, aku bisa memanfaatkannya dari rumah dengan berbagai cara, dan saat ini pun aku telah membentuk pendidikan Al-quran untuk anak-anak dan ini sebagai pemanfaatan ilmuku juga bukan, semoga Aku bisa memberikan manfaat atas ilmu yang ku punya meski lewat tulisan. Aamiin.

Komentar

  1. Tenang we ka.. setiap kita sudah diberi kapling sama Gusti Alloh.
    Peran ibu rumah tangga itu luar biasa. Bagus malah, IRT berijazah s1 atau s2, s3. Sebagian org menilai "sayang" sekolah tinggi2 ternyata gak "kerja". Padahal IRT itu kerjaan ibu2 yang hakiki. Apalagi zaman sekarang irt bisa terus menambah wawasan dan belajar dari rumah. aaah. cuek aja gak "ngarir" diluar. almuhim anak2 kita terpantau lahir batin. heuheuheu...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Galau, pilih aku atau saya..........

Bulan kemarin saya memulai lagi menulis blog setelah sekian lama berhenti karena banyak alasan, alias tidak menyempatlan diri, getok kepala.... , setelah beberapa tulisan saya   post di blog dan saya baca kembali, rasanya kok tulisan saya agak gemana gitu, seperti ada kesan lain, dan saya pun bingung sekaligus dilema...yah galau laah,   antara memilih kata tunggal aku atau saya yang baik dalam penulisan, setelah membaca dari berbagai sumber, kesimpulannya seperti ini:  Aku dan saya memiliki arti yang sama, hanya beda dalam menggunakannya, dalam kamus besar bahasa indonesia Aku:   berarti yang berbicara atau yang menulis dalam ragam akrab, dari lain sumber kata aku menunjukkan statusnya lebih tinggi, usia lebih tua, mempunyai nilai puitis.   Sedangkan Saya: menunjukan statusnya lebih rendah, sopan, formal dan terdengar luwes dari pada aku dan dalam ragam resmi atau biasa. lumayan ada pencerahan setelah sedikit membaca buku ejaan bahasa indonesi...

Rindu yang takkan padam

Ketika itu, seakan aku berjalan tanpa kaki, melayang, lemas, tak bertenaga dan air mata yang tak kuasa ku bendung membanjiri mataku. Di umurku yang masih sangat muda dan membutuhkan kasih sayang. Seorang yang selalu menjadi sandaran, tempat bercerita, harus meninggalka nku tanpa ada suatu pertanda. Pagi itu aku pergi ke sekolah dasar di bandung, entah karena alasan apa mamah dan bapak memilihkan sekolah yang jaraknya tidak dekat dari rumah ku , sehingga mengharuskan ku menaiki angkutan umum dan menyebrangi rel kereta api, padahal masih ada beberapa sekolah yang bisa ku tempuh dengan berjalan kaki, mungkin ini bukan persoalan yang harus dipertanyakan, karena orang tua pasti telah memikirkannya lebih matang untuk kebaikan ku . Kadang aku, adikku dan kakakku, aku anak kedua dari empat bersaudara, selalu pergi bersamaan menuju sekolah. Ketika masih duduk di kelas 1 sd mamahlah yang mengantar dan menjemput ku dan sekarang, aku sudah naik ke kelas lebih tinggi, dan mama...

never too old to learn

Mumpung masih kecil....., itulah ungkapan yang sering dikatakan orang-orang ketika belajar banyak hal, seperti belajar berenang, ayo nak..belajar berenang...mumpung masih kecil..., belajar membaca..., belajar menulis.... dan banyak lagi , selalu saja dikaitkan dengan ungkapan mumpung masih kecil, tetapi memang benar sekali jika kita memulai belajar sesuatu sejak dari kecil itu akan selalu melekat terus, seperti dalam perkataan arab: التعلم في الصغر كالنقش على الحجر belajar ketika kecil bagaikan melukis diatas batu, tetapi kita pun tidak dapat memungkiri dengan salah satu perkataan: التعلم من المهد الى اللحد Belajarlah sejak dari buaian hingga ke liang lahat Perkataan ini menjelaskan bahwa kata belajar tidak melihat faktor usia, ‘’ hingga liang lahat’’ berarti hingga umur berapa pun kita, kita harus selalu belajar, apapun itu yang kita pelajari... yaa never too old to learn. Dan di hari minggu kemaren, liburan keluarga kecilku sedikit berbeda, pada hari minggu biasany...