Langsung ke konten utama

*MEMBANGUN PERADABAN DARI DALAM RUMAH*

Matrikulasi Ibu Profesional Sesi #3



“Rumah adalah taman dan gerbang peradaban yang mengantarkan anggota keluarganya  menuju peran peradabannya”

Bunda, rumah kita adalah pondasi sebuah bangunan peradaban, dimana kita berdua bersama suami, diberi amanah sebagai pembangun peradaban melalui pendidikan anak-anak kita. Oleh karena itu sebagai orang yang terpilih dan dipercaya oleh yang Maha Memberi Amanah, sudah selayaknya kita jalankan dengan sungguh-sungguh.Maka tugas utama kita sebagai pembangun  peradaban adalah mendidik anak-anak sesuai dengan kehendakNya, bukan mencetaknya sesuai keinginan kita.

Sang Maha Pencipta menghadirkan kita di muka bumi ini sudah dilengkapi dengan “*misi spesifiknya*”, tugas kita memahami kehendakNya. Kemudian ketika kita dipertemukan dengan pasangan hidup kita untuk membentuk sebuah keluarga, tidak hanya sekedar untuk melanjutkan keturunan, atau hanya sekedar untuk menyempurnakan agama kita. Lebih dari itu, kita bertemu dengan suami dan melahirkan anak-anak, adalah untuk lebih memahami apa sebenarnya “*peran spesifik keluarga*” kita di muka bumi ini. Hal ini yang kadang kita lupakan, meski sudah bertahun-tahun menikah.

Darimana kita harus memulainya?

*PRA NIKAH*

Buat anda yang masih dalam taraf memantaskan diri agar mendapatkan partner membangun peradaban keluarga yang cocok, mulailah dengan tahapan-tahapan ini:

a. Bagaimana proses anda dididik oleh orangtua anda dulu?

b. Adakah yang membuat anda bahagia?

c. Adakah yang membuat anda “sakit hati/dendam’ sampai sekarang?

d. Apabila ada, sanggupkah anda memaafkan kesalahan masa lalu orangtua anda, dan kembali mencintai, menghormati beliau dengan tulus?

Kalau empat pertanyaan itu sudah terjawab dengan baik, maka melajulah ke jenjang pernikahan, dan tanyakan ke calon pasangan anda ke empat hal tersebut, minta dia segera menyelesaikannya.

Karena,

*ORANG YANG BELUM SELESAI DENGAN MASA LALUNYA , AKAN MENYISAKAN BANYAK LUKA  KETIKA MENDIDIK ANAKNYA KELAK*

*NIKAH*

Untuk anda yang sudah berkeluarga, ada beberapa panduan untuk memulai membangun peradaban bersama suami anda dengan langkah-langkah sbb:

Pertama temukan potensi unik kita dan suami, coba ingat-ingat mengapa dulu anda memilih “dia” menjadi suami anda? Apa yang membuat anda jatuh cinta padanya? Dan apakah sampai hari ini anda masih bangga terhadap suami anda?

Kedua, lihat diri kita, apa keunikan positif yang kita miliki? Mengapa Allah menciptakan kita di muka bumi ini? Sampai kita berjodoh dengan laki-laki yang sekarang menjadi suami kita? Apa pesan rahasia Allah terhadap diri kita di muka bumi ini?

Ketiga, lihat anak-anak kita, mereka anak-anak luar biasa. Mengapa rahim kita yang dipilih untuk tempat bertumbuhnya janin anak-anak hebat yang sekarang ada bersama kita? Mengapa kita yang dipercaya untuk menerima amanah anak-anak ini? Punya misi spesifik apa Allah kepada keluarga kita, sehingga menghadirkan anak-anak ini di dalam rumah kita?

Keempat, lihat lingkungan dimana kita hidup saat ini. Mengapa kita bisa bertahan hidup dengan kondisi alam dimana tempat kita tinggal saat ini? Mengapa Allah menempatkan keluarga kita disini? Mengapa keluarga kita didekatkan dengan komunitas-komunitas yang berada di sekeliling kita saat ini?

Empat pertanyaan di atas, apabila terjawab akan membuat anda dan suami memiliki “misi pernikahan” sehingga membuat kita layak mempertahankan keberadaan keluarga kita di muka bumi ini.

*ORANGTUA TUNGGAL (SINGLE PARENT)*

Buat anda yang saat ini membesarkan anak anda sendirian, ada pertanyaan tambahan yang perlu anda jawab selain ke empat hal tersebut di atas.

a.    Apakah proses berpisahnya anda dengan bapaknya anak-anak menyisakan luka?

b.  Kalau ada luka, sanggupkah anda memaafkannya?

c.    Apabila yang ada hanya kenangan bahagia, sanggupkah anda mentransfer energi tersebut menjadi energi positif yang bisa menjadi kekuatan anda mendidik anak-anak tanpa kehadiran ayahnya?

Setelah ketiga pertanyaan tambahan  di atas terjawab dengan baik, segeralah berkolaborasi dengan komunitas pendidikan yang satu chemistry dengan pola pendidikan anda dan anak-anak.

Karena,

_It Takes a Village to Raise a Child_

Perlu orang satu kampung untuk mendidik satu orang anak.

Berawal dari memahami peran spesifik keluarga kita dalam membangun peradaban, kita akan makin paham apa  potensi unik produktif keluarga kita, sehingga kita bisa senantiasa berjalan di jalanNya. Karena orang yang sudah berjalan di jalanNya, peluanglah yang akan datang menghampiri kita, bukan justru sebaliknya, kita yang terus menerus mengejar uang dan peluang.

Selanjutnya kita akan makin paham program dan kurikulum pendidikan semacam apa yang paling cocok untuk anak-anak kita, diselaraskan dengan bakat tiap anak, potensi unik alam sekitar, kearifan lokal dan potensi komunitas di sekitar kita.
Kelak, anda akan membuktikan bahwa antara pekerjaan, berkarya dan mendidik anak, bukanlah sesuatu yang terpisahkan, sehingga harus ada yang dikorbankan. Semuanya akan berjalan beriring selaras dengan harmoni irama kehidupan.*

dibawah ini beberapa pertanyaan dari teman-

Syifa - Samarinda

1.Bagaimana caranya melibatkan suami untuk bisa berpartisipasi dalam tumbang anak? karena masa kecil beliau tidak mengenal tumbang sepenuhnya bersama ortu (mungkin bisa dikatakan hanya ortu hanya memberi materi). apakah ada tips untuk saya?

*Jawab:*
Hallo Mba Syifa,
Sering-sering mengajak suami terlibat dalam pengasuhan anak, ceritakan kelucuan dan pertumbuhan anak dari merangkak lalu berdiri. Ungkapkan pada beliau bahwa fase itu adalah fase-fase ajaib sehingga kita akan rugi jika melewatinya.
*Perbanyak ngobrol dan beraktifitas bersama*

2.Bagaimana bila kita berada di lingkungan keluarga besar yang tidak menghargai kita sebagai ortu anak dengan secara tidak langsung mengedukasi anak kita tanpa sepengetahuan kita, sedangkan anak kita menemukan kenyamanan disitu (cth kecil : membeli mainan yg disukai tanpa peduli manfaatnya). apakah kita tetap bertahan pada lingkungan tersebut ataukah mencari lingkungan baru?

*Jawab:*
Kita edukasi anak kita agar tidak terbawa arus, ajarkan anak kita untuk bertahan saat berada dilingkungan seperti itu. Jika memungkinkan untuk mencari lingkungan baru lebih bagus namun jika tidak bisa maka kita harus selalu menguatkan anak.

*Pertanyaan ke-2*
Maya

Mba, apa yang dimaksud dengan kearifan lokal? Mohon dijelaskan mengenai penyelarasan kurikulum keluarga dengan kearifan lokal! ๐Ÿ˜Š๐Ÿ™๐Ÿป

*Jawab:*
Hallo Mba Maya,
Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal (local wisdom) biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut.

Kurikulum keluarga memyertakan unsur2 diatas dalam kesehariannya.

 *Pertanyaan ke-3*
Rennya azfah

Saya sejak dahulu selalu kesulitan untuk menemukan hal positif dari diri saya. Bingung banget, paling mati kutu deh klo ditanyain soal ini. Adakah guidance buat menentukan hal positif dari dalam diri kita? Pertanyaan dalam materi kali ini masih belum bisa saya jawab untuk menemukan hal positif saya soalnya.
Terimakasih

*Jawab:*
Mba Renny yang baik
Tuliskan apa yang mba suka, mungkin bisa membuka lagi NHW 1-nya saat kita memilih jurusan di Universitas kehidupan yang akan digeluti.

Allah memiliki maksud dalam penciptaan manusia (purpose of life), yaitu :
-untuk beribadah
-sebagai imaroh
-sebagai khalifah
Untuk mencapai maksud tersebut maka Allah memberi tugas/amanah/peran sesuai fitrah bakat
yg telah Allah instalkan padanya (mission of life), yaitu :
-sebagai rahmatan lil 'alamin
-pemecah masalah dan pemberi solusi
Maksud penciptaan dan misi hidup ini sama bagi semua manusia, laki-laki ataupun perempuan.
Yg membedakan hanyalah misi spesifiknya. Karena perbedaan itu ada agar bisa saling
melengkapi.
Maka misi tersebut dimulai dari diri sendiri.

Mari kita merenung bersama mba...





 *Pertanyaan ke-4*
Laila - Samarinda.

"Mendidik anak butuh satu kampung" saya setuju banget karna orang satu kampung itu bisa mempengaruhi karakter dari anak-anak kita . Yang ingin saya tanyakan sehubungan kami kedua orangtua bekerja bagaimana caranya agar kita bisa melihat dan mengenali atau bahkan menggali kelebihan atau potensi positif yang ada di lingkungan kita berada . Karena jangankan untuk melihat makna kampung secara sebenarnya terkadang untuk keluarga di rumah saja untuk memahami dan menggali nilai positifnya kesulitan .

Bagaimana cara kita agar bisa benar-benar melihat lingkungan tinggal dan keluarga  bukan hanya dengan mata saja tapi bisa memaknai maksud yang tersirat dan tersurat .

*Jawab:*
Halo Mba Laila
Melihat potensi lingkungan dengan cara terjun langsung dan mengamati potensi yang ada, kita tidak bisa menerka dan perlu pendalaman khusus, misalnya kita bergabung di kepungurusan RT atau RW.

*Pertanyaan ke-5*
Haryani, Tarakan

Mbak ada yg meresahkan dlm pandangan saya, hal ini yg saya pengen pencerahan kak Felli. Ketika ibu bekerja di ranah publik berprestasi dan diberi amanah memengang jabatan strategis sehingga sering keluar kota krn tugas dan seringnya anak2 lbh byk waktu sama pengasuh, bgmnkah cara/sistem pola asuh agar anak2 kita itu tetap menjadi anak yg berakhlak, jujur, mandiri dan kreatif sesuai dgn harapan dari orang tua. Aku lihat dlm materi disitu bekerja, bekarya adalah pengasuh anak adalah selaras seiringan , tdk ada yg dikorbankan. Ini sangat dilematis krn pernah dpt curhatan teman klau harus memilih tdk bisa mengambil semua kedua2nya klau berhasil antara pekerjaan di ranah publik atau rumah tangga. Terimakasih

*Jawab:*
Mba Haryani,
Setiap kita pasti mengalami sebuah dilema dalam hidupnya, apapun masalah yang dihadapi yakinlah akan selalau ada jalan keluarnya.
Setiap ibu sejatinya adalah ibu bekerja, hanya saja bedanya ada ibu yang bekerja di ranah
domestik dan ada yg bekerja di ranah publik.
Kesemuanya tetap harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh.
Allah pun tidak pilih kasih untuk memberi amanah anak pada seorang perempuan, apakah dia bekerja di ranah publik atau domestik, semua diberi kesempatan yg sama.
Oleh sebab itu teruslah belajar dengan sungguh-sungguh agar kita bisa mengemban tugas yang diberikan Allah dengan baik, sehingga kelak pada masanya mereka diminta kembali, mereka akan berpulang kepada pemiliknya dalam keadaan yg baik.
Cara paling tepat adalah dengan mengatur waktu bersama anak dengan sebaik-baiknya.

 *Pertanyaan ke-6*
Lulu utria

1. Apa maksud dari mendidik anak sesuai kehendak-Nya, bukan mencetak sesuai keinginan kita? Boleh beri sedikit contoh perbedaannya.

*Jawab:*
Hallo Mba Lulu,
Peran mendidik di sini dalam artian menguatkan fitrah-fitrah yg telah Allah instalkan kepadaanak-anak kita. Tugas orang tua hanya sebagai fasilitator, sebagai teladan bagi mereka. Fitrah-fitrah itu antara lain fitrah keimanan, fitrah belajar, fitrah bakat, fitrah seksualitas dan lain-lain. Ingatlah bahwa setiap anak terlahir cerdas di bidangnya masing-masing. Jadi jangan khawatir, tugas kita hanyalah membersamai mereka menemukan peran hidupnya.

Jika anak-anak *"dicetak"* sesuai keinginan kita tanpa ilmu khawatir menyalahi fitrah yang sudah Allah bekalkan pada anak tersebut.



 2. Bagaimana cara memahami/membaca kehendak-Nya?

*Jawab:*
cara memahami kehendakNya adalah membaca tanda-tanda cintaNya yang diberikan ke kita selama ini. Apakah kita menyadarinya bahwa DIA sudah banyak memberikan banyak tanda-tanda cinta ke kita, sehingga kita paham maksud DIA menciptakan kita? atau kita menganggapnya biasa-biasa saja, sehingga kita lupa mensyukurinya.

*Pertanyaan ke-7*
Ratri, samarinda:

Assallamualaikum mb
Mau ikutan nanya.
Bagaimana cara menemukan keunikan positif pada diri kita?
Lalu bagaimana pula mengetahui potensi unik produktif keluarga kita

*Jawab:*
Mengenai misi pribadi saya ambil kan contoh dari bu septi berikut :
_Seorang Ibu setiap kali beraktivitas selalu memberikan inspirasi banyak ibu-ibu yang lain._
Bidang pelajaran yang paling membuatnya berbinar-binar adalah *“Pendidikan Ibu dan Anak”*. Lama kelamaan sang ibu ini memahami peran hidupnya di muka bumi ini adalah sebagai inspirator.
Misi Hidup : memberikan inspirasi ke orang lain
Bidang : Pendidikan Ibu dan Anak.

Sedangkan mengenai misi spesifik keluarga berikut akan saya share jawaban ustadz Harry:
Misi Pernikahan atau Misi Keluarga (Part 3)
#fitrahkeluarga #familycoremission

Sebelum kita memulai tahapan dalam menuliskan misi keluarga atau misi pernikahan, maka ada baiknya kita membedakan antara Purpose, Mission dan Vision.

*Purpose atau Maksud*
Banyak pasangan yang ketika ditanya apa misi keluarganya, mereka menjawab bahwa misi pernikahannya atau misi keluarganya untuk beribadah kepada Allah. Padahal jika kita cermati doa doa Nabi Ibrahiem AS, maka nampak bahwa
_beribadah bukanlah misi keluarga atau bukan tugas spesifik sebuah pernikahan atau keluarga_, tetapi adalah _maksud pernikahan atau maksud Allah mengadakan sebuah lembaga bernama keluarga._

Jadi *Maksud penciptaan (The purpose of Creation)* atau alasan Allah menciptakan manusia di muka bumi adalah *untuk beribadah* (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 56) dan untuk menjadi khalifah di muka bumi (QS al Baqoroh 2: 30) .
Maksud penciptaan ini pulalah yang kemudian mengharuskan adanya *"Mission of Life"*
termasuk misi personal maupun misi keluarga, karena setiap maksud sudah tentu memiliki misi atau peran atau tugas.

*Mission atau Tugas Keluarga*
Misi keluarga pada hakekatnya adalah tugas spesifik dari sebuah keluarga. Bagaimana mereka melakukan sesuatu yang unik, spesifik dan berbeda dengan keluarga lain, dan tentunya memberi rahmat dan solusi manfaat sebesar besarnya kepada manusia dan sekitarnya.
Misi keluarga yang dijalani itu adalah dalam rangka mencapai maksud penciptaanya
sebagaimana ditulis di atas, yaitu untuk beribadah kepada Allah dan menjadi Khalifah.
Sebuah keluarga tidak bisa mengklaim telah menjadi Hamba Allah atau telah menjadi khalifah di muka bumi apabila tidak memiliki misi atau tugas atau peran spesifik di muka bumi.

Apabila *misi individu atau misi keluarga tuntas (accomplished)* maka baru bisa dikatakan
*Maksud Penciptaan tercapai.*

Misi keluarga umumnya adalah dimulai dengan *"kata kerja"*, yaitu sesuatu yang merupakan
aktifiitas unik yang berangkat dari potensi potensi unik yang ada di dalam keluarga tersebut. Karenanya dalam menuliskan misi keluarga diperlukan sinergi dari suami dan istri kemudian anak anaknya.
Sinergi adalah upaya melahirkan misi bersama sebagai resultansi positif atas masing masing misi pribadi dalam keluarga tersebut.
Sinergi adalah upaya agar _"my way"_ dan _"your way"_, kemudian menjadi *"our way"* yang jauh lebih produktif.

 *Pertanyaan ke-8*
Indah Pratiwi di sangatta

MbAliza sy mw tanya terkait nhw 3:

Dijelaskan bahwa kita memahami peran keluarga utk memahami potensi unik keluarga kita. Yg saya ingin tanya, brp lama kira2 usia pernikahan untuk dapat menemukan potensi unik keluarga, Krn kl dilihat dr usia anak-anak sndiri yg msh mencari minat dan bakatnya serta peran mereka sndiri yg msh harus kita selalu ingatkan sepertinya akan memakan waktu y. Atau adakah hal-hal spesifik agar hal tsb bs LBH cepat diraih.
Mksh

*Jawab:*
Halo Mba Indah,
Setiap keluarga memiliki potensi sukses masing-masing. Tidak ada tolak ukur yang pasti namun bisa dilihat dari kesungguhannya dalam menjalani sebuah *PROSES* bukan berburu hasil.



: *Pertanyaan ke-9*
Sarni - Tarakan

Pertanyaan yg ingin sy ajukan bkaitan dg mngenali potensi diri. Kadang bahkan sering terjadi, ketika diminta untuk membuat daftar kekurangan diri, akan sangat mudah menuliskannya. Sebaliknya, untuk menuliskan kelebihan diri, butuh berpikir cukup lama sebelum menuliskannya.

*Jawab:*
Hallo Mba Sarni,
Menuliskan kelebihan diri bisa dibantu oleh pasangan atau anak-anak atau orang terdekat kita, mintalah mereka jujur bagaimana mereka memandang kita. Yakinlah terkadang kita mendapatkan kejutan dari mereka, kebaikan sekecil apapun yang kita berikan (kadang tidak kita anggap) sebenarnya akan berdampak besar.

Bagaimana cara agar mudah mengenali/menyadari potensi/kelebihan yg telah Allah Swt brikan.

Bagaimana mengenali potensi anak balita (menjelang 5 thn) agar org tua tdk keliru dlm mngarahkan potensi anak? Bagaimana dg anak usia di bawah 2 thn, apakh sdh bs qta mngatakan bhw "oh, ini potensi anak sy"?

Usia 5 tahun dan 2 tahun belum bisa terdeteksi secara pasti namun kita bisa mengamati kebiasaan dan kesenangan anak, lihat mata anak tatkala melakukan sesuatu apabila matanya berbinar bisa jadi dia menyukai hal tersebut yang merupakan sinyal2 keberadaan potensi mereka.

 Kita renungi artikel ini yuk..

Ayah ada, Ayah tiada
Materi Perdana FATHERHOOD FORUM
By : Igo Chaniago

Ada beberapa paradigma berpikir para orang tua yang keliru dalam mendidik anak karena ketidakpedulian orang tua akan ilmunya ilmu parenting, atau ilmu dalam mendidik anak. Orang tua kebanyakan berpikir, anak sudah kita nafkahi, kita besarkan, dan urusan pendidikan diserahkan ke sekolah. Sehingga bisa kita lihat zaman ini, dimana anak-anak peradaban saat ini sangat jauh dengan peradaban islam dulu yang jaya. Anak-anak sekarang semakin hancur moralnya. Mulai dari kenakalan remaja, zina melalui seks bebas yang angkanya makin tinggi, tingkat aborsi kehamilan karena anak yang tidak dikehendaki makin marak, banyaknya pengangguran akibat sistem pendidikan yang amburadul, ganti menteri ganti kurikulum, adanya wacana fullday school dari menteri pendidkan yang menjauhkan bonding orang tua dan anak, bahkan survey membuktikan bahwa 87% mahasiswa Indonesia salah jurusan karena kesalahan orang tua sehingga anak tidak menemukan bakatnya sejak dini.

Salah satu hal yang penting dalam pendidikan anak yang perlu diperhatikan oleh orang tua adalah pendidikan anak ketika di rumah atau disebut dengan home education. Hal ini sangat penting, baik bagi ayah bunda yang putra putrinya dititipkan di sekolah formal, ataupun para ayah bunda yang tidak percaya kepada sistem pendidikan negara ini sehingga memilih  sekolah non formal atau lebih dikenal dengan home schooling?

Karena home education ini pada galibnya adalah kewajiban setiap semua orang tua yang mempunyai anak. Non sence apabila ada orang tua yang mengatakan bahwa tidak bisa mendidik anak mereka sendiri sehingga dititipkan ke bapak ibu guru, dititipkan ke ustadz ustadzah di pesantren. Karena ketika Allah memberi kita amanah seorang anak, maka Allah install pula kepada orang tua kemampuan untuk mendidik anaknya. Tapi banyak orang tua yang tidak mau mengasah kemampuan mereka karena kesibukan kerja dan mencari dunia yang tak kan pernah ada kepuasannya. Bukankah di zaman Rasulullah dulu para sahabat tidak mengenal sekolah? Tapi disana terlahir para pemuda pemudi yang cemerlang karyanya?

Ada Zaid bin Tsabit 13 tahun. Penulis wahyu dan juga penterjemah Rasul Shallallu’alalihi wasallam. Hafal kitabullah dan ikut serta dalam kodifikasi Al Qur’an.

Ada Usamah bin Zaid 18 tahun. Memimpin pasukan yang anggotanya adalah para pembesar sahabat seperti Abu Bakar dan Umar untuk menghadapi pasukan terbesar dan terkuat di masanya

Ada Atab bin Usaid. Diangkat oleh Rasul Shallallahu’alaihi wasallam sebagai gubernur Makkah pada umur 20 tahun.

Tapiii… sekarang kita lihat anak-anak dan pemuda zaman sekarang. Ketika umur 13 tahun, adakah yang menyamai prestasi Zaid bin Tsabit? Yang ada sekarang malah anak usia 13 tahun gandrung dengan gadget dan mengejar prestasi di sekolah untuk kebanggaan orang tuanya tanpa mengerti bakat anak sesungguhnya. Anak selalu rangking bukan jaminan ia akan sukses di masa depannya.

Kita lihat pemuda zaman sekarang yang berusia 18 tahun. Adakah yang menyamai prestasi Usamah Bin Zaid yang menjadi pemimpin pasukan perang dan membawahi Abu Bakar dan Umar bin Khatab? Yang ada malah para remaja sekarang disibukan dengan sosmed, dimabukan dengan cinta palsu dan maksiat, atau bahkan yang lebih miris lagi, dilenakan dengan rokok, miras, narkoba hingga zina yang sudah menjadi kelaziman asalkan suka sama suka?

Dan kita lihat anak-anak kita yang sekarang berusia 20 tahunan, adakah yang bisa menyamai prestasi Atab bin Usaid yang diangkat oleh Rasul Shallallahu’alaihi wasallam sebagai gubernur Makkah? Yang sering kita lihat mereka yang berusia 20 tahunan saat ini kebanyakan seolah olah sibuk kuliah tapi sesungguhnya tidak produktif, menghabiskan waktu dengan nongkrong di cafรฉ atau warung kopi pinggir jalan, berlomba-lomba bukan untuk prestasi tapi demi gengsi, trek-trekan, bikin geng motor, modifikasi motor yang buang-buang uang dan bikin pusing orang tua.

Mengapa kita harus mendidik anak-anak kita sesuai fitrah? Karena banyak orang tua yang berpikir bahwa cara mendidik anak-anaknya disamakan dengan orang tua kita mendidik kita di zaman dulu. Padahal Ali bin Abi Tholib mengatakan : _Didiklah anakmu sesuai dengan *ZAMANNYA*_. Underline kata terakhir, sesuai dengan *_zamannya, bukan zamanmu*._  Karena itu wajar saja orang tua zaman sekarang banyak yang pusing dalam mendidik anaknya kemudian mengeluh :

*Anak zaman sekarang susah diatur, ga seperti zaman dulu!!!*

Mendidik anak memang butuh ilmu. Untuk sukses menjadi dokter ada sekolahnya, untuk sukses menjadi insinyur ada sekolahnya, tapi untuk menjadi orang tua yang sukses mendidik anaknya, ga ada sekolahnya. Karena itu orang tua harus pro aktif belajar tentang ilmu parenting melalui seminar atau workshop dan juga buku2 parenting, bergabung dengan komunitas parenting untuk saling berbagi pola asuh anak dan saling menguatkan ketika malas dan lemah.

Masa yang paling fatal dalam mendidik anak adalah di usia 0-7 tahun. Banyak kasus yang terjadi dimana orang tua sangat bangga jika melihat anaknya sudah bisa macem macem di bawah 7 tahun. Bisa menulis, bisa membaca, bisa berhitung (CALISTUNG) dan juga bangga jika anaknya sudah bisa membaca quran dan hafal quran ketika di bawah 7 tahun. Padahal, sebenarnya masa 0-7 tahun adalah masanya anak-anak bermain dan lebih ditekankan pada fitrah keimanan dan pembentukan adab. Bukan diajarkan hal-hal kognitif sehingga mencederai fitrah perkembangan anak.

Kaidah *LEBIH CEPAT LEBIH BAIK* tidak bisa digunakan dalam konsep pendidikan anak. Karena semua ada proses dan tahapannya. Ibarat bayi kupu-kupu yang sedang berjuang keras untuk keluar dari kepompong, jika kita berniat baik dengan membantu memotong kulit kepompongnya agar si bayi lebih mudah keluar dari sarangnya. Itu artinya kita telah merusak masa depan si kupu-kupu tersebut, karena kupu-kupu yang kita tolong itu niscaya tidak akan bisa terbang. Penelitian membuktikan, bayi kupu-kupu yang berusaha keras untuk keluar dari kepompong dan membutuhkan waktu lama itu  sejatinya adalah sebuah proses untuk menguatkan otot-otot sayapnya, menguatkan adaptasi tubuhnya yang awalnya berbentuk ulat kemudian berubah menjadi kupu-kupu lewat proses metamorphosis yang penuh perjuangan. Demikian juga anak-anak kita, jika kita karbit mereka untuk menjadi unggul pada saat yang belum waktunya, justru kitalah yang menghancurkan masa depan mereka.

Dan salah satu faktor kegagalan orang tua dalam pendidikan anak adalah karena kurangnya peran ayah untuk terlihat dalam pengasuhan anak. Dalam seminar-seminar parenting, selalu yang hadir didominasi para kaum ibu. Mungkin karena paradigma berpikir kaum bapak yang mindsetnya sebagai kepala keluarga lebih banyak untuk mencari nafkah. Sedang tanggung jawab pengasuhan anak diserahkan pada istri. Padahal banyaknya masalah kenakalan anak, aqil baligh yang tidak tumbuh secara bersamaan, remaja yang kehilangan jati diri dan orang dewasa yang tidak kunjung tahu apa bakat sebenarnya, ini semua karena ketiadaan peran ayah dan pola pendidikan ayah yang keliru dalam pengasuhan ananda.

Sejak ribuan tahun peran ayah sesungguhnya lebih dominan kepada mendidik anak, karena secara fitrah peran keayahan, para ayah melanjutkan misi hidupnya dengan mendidik sebaik baiknya keturunannya. Di zaman modern, peran keayahan digugat kembali , karena ternyata banyak kasus pada generasi yang diakibatkan hilangnya peran keayahan di rumah maupun di komunitas karena berbagai hal

Jika ayah mengabaikan pendidikan anak, maka resikonya adalah :
1. Para Bunda dalam mendidik anak tak mendapatkan pendampingan dan saran-saran, sehingga bunda sangat mungkin keliru dalam mendidik anak dan putus asa
2. Anak menjadi lemah pada sisi-sisi maskulinitas, seperti keberanian, ketegasan, nyali dalam pengambilan resiko, kesanggupan untuk menolak dsb. Dan anak perempuanpun butuh dimensi maskulinitas dalam hidupnya.
3. Kurang tangguh dalam daya juang untuk menghadapi tekanan-tekanan hidup, menghadapi fluktuasi hidup dsb.

Fathering atau fatherhood dalam banyak kajian dan riset maupun praktek adalah peran utama dan penting dalam mendidik anak. Bahkan "bermain terbaik" anak adalah bersama ayahnya bukan ibunya. Di AlQuran bertaburan kisah para ayah yang luarbiasa santun dan lembut pada anak anaknya dalam mendidik maupun dalam berdialog
"Wahai ananda....", "Yaa.. bunayya"...

Sepintas itu adalah panggilan lembut seorang bunda sambil membelai kepala anaknya, menatapnya penuh cinta, menenangkan jiwa, melembutkan ego dstnya. Namun, Yaa Bunayya… itu panggilan para ayah kepada anak anaknya yang diabadikan alQuran. Bukan ibu…

#fatherhoodforum
#fitrahbasededucation


#FITRAHSEKSUALITAS

By: Elly Risman Musa

Punya suami yang kasar? Kaku?  Garing dan susah memahami perasaan istrinya? Tidak mesra dgn anak? Coba tanyakan, beliau pasti tak dekat dengan ibunya ketika masa anak sebelum aqilbaligh.

Punya suami yang "sangat tergantung" pada istrinya? Bingung membuat visi misi keluarga bahkan galau menjadi ayah? Coba tanyakan, beliau pasti tak dekat dengan ayahnya ketika masa anak.

Kok sebegitunya?

Ya! karena figur ayah dan ibu harus ada sepanjang masa mendidik anak anak sejak lahir sampai aqilbaligh, tentu agar fitrah seksualitas anak tumbuh indah paripurna.

Pendidikan fitrah seksualitas berbeda dengan pendidikan seks. Pendidikan fitrah seksualitas dimulai sejak bayi lahir.

Fitrah seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang berfikir, merasa dan bersikap sesuai fitrahnya sebagai lelaki sejati atau sebagai perempuan sejati.

 Menumbuhkan Fitrah ini banyak tergantung pada kehadiran dan kedekatan pada Ayah dan Ibu.

Riset banyak membuktikan bahwa anak anak yang tercerabut dari orangtuanya pada usia dini baik karena perang, bencana alam, perceraian, dll akan banyak mengalami gangguan kejiwaan, sejak perasaan terasing (anxiety), perasaan kehilangan kelekatan atau attachment, sampai kepada depresi. Kelak ketika dewasa memiliki masalah sosial dan seksualitas seperti homoseksual, membenci perempuan, curiga pada hubungan dekat dsbnya.

Jadi dalam mendidik fitrah seksualitas, figur ayah ibu senantiasa harus hadir sejak lahir sampai AqilBaligh. Sedangkan dalam proses pendidikan berbasis fitrah, mendidik fitrah seksualitas ini memerlukan kedekatan yang berbeda beda untuk tiap tahap.

Usia 0-2 tahun, anak lelaki dan perempuan didekatkan pada ibunya karena ada menyusui, di usia 3 - 6 tahun anak lelaki dan anak perempuan harus dekat dengan ayah ibunya agar memiliki keseimbangan emosional dan rasional apalagi anak sudah harus memastikan identitas seksualitasnya sejak usia 3 tahun.

Kedekatan paralel ini membuat anak secara imaji mampu membedakan sosok lelaki dan perempuan, sehingga mereka secara alamiah paham menempatkan dirinya sesuai seksualitasnya, baik cara bicara, cara berpakaian maupun cara merasa, berfikir dan bertindak sebagai lelaki atau sebagai perempuan dengan jelas. Ego sentris mereka harus bertemu dengan identitas fitrah seksualitasnya, sehingga anak di usia 3 tahun dengan jelas mengatakan "saya perempuan" atau "saya lelaki"

Bila anak masih belum atau tidak jelas menyatakan identitas gender di usia ini (umumnya karena ketiadaan peran ayah ibu dalam mendidik) maka potensi awal homo seksual dan penyimpangan seksualitas lainnya sudah dimulai.

Ketika usia 7 - 10 tahun, anak lelaki lebih didekatkan kepada ayah, karena di usia ini ego sentrisnya mereda bergeser ke sosio sentris, mereka sudah punya tanggungjawab moral, kemudian di saat yang sama ada perintah Sholat.

Maka bagi para ayah, tuntun anak untuk memahami peran sosialnya, diantaranya adalah sholat berjamaah, berkomunikasi secara terbuka,  bermain dan bercengkrama akrab dengan ayah sebagai aspek pembelajaran untuk bersikap dan bersosial kelak, serta menghayati peran kelelakian dan peran keayahan di pentas sosial lainnya.

Wahai para Ayah, jadikanlah lisan anda sakti dalam narasi kepemimpinan dan cinta, jadikanlah tangan anda  sakti dalam urusan kelelakian dan keayahan. Ayah harus jadi lelaki pertama yang dikenang anak anak lelakinya dalam peran seksualitas kelelakiannya. Ayah pula yang menjelaskan pada anak lelakinya tatacara mandi wajib dan konsekuensi memiliki sperma bagi seorang lelaki.

Begitupula anak perempuan didekatkan ke ibunya agar peran keperempuanan dan peran keibuannya bangkit. Maka wahai para ibu jadikanlah tangan anda sakti dalam merawat dan melayani, lalu jadikanlah kaki anda sakti dalam urusan keperempuanan dan keibuan.

Ibu harus jadi wanita pertama hebat yang dikenang anak anak perempuannya dalam peran seksualitas keperempuanannya. Ibu pula orang pertama yang harus menjelaskan makna konsekuensi adanya rahim dan telur yang siap dibuahi bagi anak perempuan.

Jika sosok ayah ibu tidak hadir pada tahap ini, maka inilah pertanda potensi homoseksual dan kerentanan penyimpangan seksual semakin menguat.

Lalu bagaimana dengan tahap selanjutnya, usia 10 - 14? Nah inilah tahap kritikal, usia dimana puncak fitrah seksualitas dimulai serius menuju peran untuk kedewasaan dan pernikahan.

Di tahap ini secara biologis, peran reproduksi dimunculkan oleh Allah SWT secara alamiah, anak lelaki mengalami mimpi basah dan anak perempuan mengalami menstruasi pada tahap ini. Secara syahwati, mereka sudah tertarik dengan lawan jenis.

Maka agama yang lurus menganjurkan pemisahan kamar lelaki dan perempuan, serta memberikan warning keras apabila masih tidak mengenal Tuhan secara mendalam pada usia 10 tahun seperti meninggalkan sholat. Ini semua karena inilah masa terberat dalam kehidupan anak, yaitu masa transisi anak menuju kedewasaan termasuk menuju peran lelaki dewasa dan keayahan bagi anak lelaki, dan peran perempuan dewasa dan keibuan bagi anak perempuan.

Maka dalam pendidikan fitrah seksualitas, di tahap usia 10-14 tahun, anak lelaki didekatkan ke ibu, dan anak perempuan didekatkan ke ayah. Apa maknanya?

Anak lelaki didekatkan ke ibu agar seorang lelaki yang di masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan jenis, maka di saat yang sama harus memahami secara empati langsung dari sosok wanita terdekatnya, yaitu ibunya, bagaimana lawan jenisnya harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan dari kacamata perempuan bukan kacamata lelaki. Bagi anak lelaki, ibunya harus menjadi sosok wanita ideal pertama baginya sekaligus tempat curhat baginya.

Anak lelaki yang tidak dekat dengan ibunya di tahap ini, tidak akan pernah memahami bagaimana memahami perasaan, fikiran dan pensikapan perempuan dan kelak juga istrinya. Tanpa ini, anak lelaki akan menjadi lelaki yg tdk dewasa, atau suami yang kasar, egois dsbnya.

Pada tahap ini, anak perempuan didekatkan ke ayah agar seorang perempuan yang di masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan jenis, maka disaat yang sama harus memahami secara empati langsung dari sosok lelaki terdekatnya, yaitu ayahnya, bagaimana lelaki harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan dari kacamata lelaki bukan kacamata perempuan. Bagi anak perempuan, ayahnya harus menjadi sosok lelaki ideal pertama baginya sekaligus tempat curhat baginya.

Anak perempuan yang tidak dekat ayahnya di tahap ini, kelak berpeluang besar menyerahkan tubuh dan kehormatannya pada lelaki yang dianggap dapat menggantikan sosok ayahnya yang hilang dimasa sebelumnya.

Semoga kita dapat merenungi mendalam dan menerapkannya dalam pendidikan fitrah seksualitas anak anak kita, agar anak anak lelaki kita tumbuh menjadi lelaki dan ayah sejati, dan agar anak anak perempuan kita tumbuh menjadi perempuan dan ibu sejati.

Agar para propagandis homo seksualitas tidak lebih pandai menyimpangkan fitrah seksualitas anak anak kita daripada kepandaian kita menumbuhkan fitrah seksualitas anak anak kita. Agar ahli kebathilan gigit jari berputus asa, karena kita lebih ahli dan berdaya mendidik fitrah anak anak kita.

Salam Pendidikan Peradaban

#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak
 Ini ada hasil diskusi tahun lalu mungkin bisa membantu

๐Ÿƒ๐Ÿƒ๐Ÿƒ๐Ÿƒ๐Ÿƒ

Mbak I_khe Fanani: Izin sharing ttg *bagaimana cara healing diri sendiri* berdasarkan pengalaman pribadi dan hasil dr healing bersama Pak Asep Haerul Gani.

Ini yang sering saya praktekan, langkah healingnya saya bagi jadi beberapa point:

1. Menerima bahwa hal itu terjadi dan menjadi bagian perjalanan hidup saya. Pasti ada pesan dan hikmah yang ingin Allah sampaikan dan ajarkan kepada saya.

2. Memaafkan diri sendiri.
Biasanya korban Bullying ada perasaan kecewa/marah/kesal pada diri karena kegagalan membela diri dr bully-an sehingga merasa mengalami kejadian yg sangat memalukan.

2. Memaafkan si pembully/introject.
Kalau dalam istilah Pak Asep, introject adalah semua org yg berpengaruh baik maupun buruk. Metode memaafkan introject bisa banyak cara, salah duanya dengan teknik reframing dan empty chair.

3. Memohon ampunan kepada Allah untuk si Introject atas perbuatannya kepada kita.

4. Musyawarah
Dilakukan jika dengan berbagai cara tidak berhasil, maka harus musyawarah. Intinya musyawarah disini adalah menyambung silaturahim dengan dia. Kita bisa memilih apakah dg silaturahim cukul atau memilih menyampaikan menyampaikan masalah yg kita hadapi yg berkaitan dg dia, kmudian win-win solution. Intinya harus sampai tuntas.

Notes : Berdamai dg si introject itu adalah PR sepanjang hayat katanya. ๐Ÿ˜ Sepanjang hayat karena kadang ada efek yg masuk alam bawah sadar, sehingga kadang innerchild kita mengambil alih tanpa sadar atas respon kita thdp kejadian yg sdg dihadapi.

Nah menjaga diri agar ttp aware (dg latihan tenang dan mundur selangkah sblm memberi respon) adalah salah satu healing jg agar kita bisa mengontrol si innerchild itu.
 Mbak I_khe Fanani: Sumber : Peserta kelas Matrikulasi


*SUMBER BACAAN
_Agus Rifai, Konsep,Sejarah dan Kontribusi keluarga dalam Membangun Peradaban, Jogjakarta, 2013_
_Harry Santosa dkk, Fitrah Based Education, Jakarta, 2016_
_Muhammad Husnil, Melunasi Janji Kemerdekaan, Jakarta, 2015_
_Kumpulan artikel, Membangun Peradaban, E-book, tanggal akses 24 Oktober 2016_
[6/2 20.05] ‪+62 821-1941-7499‬: *Pertanyaan ke-1*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Galau, pilih aku atau saya..........

Bulan kemarin saya memulai lagi menulis blog setelah sekian lama berhenti karena banyak alasan, alias tidak menyempatlan diri, getok kepala.... , setelah beberapa tulisan saya   post di blog dan saya baca kembali, rasanya kok tulisan saya agak gemana gitu, seperti ada kesan lain, dan saya pun bingung sekaligus dilema...yah galau laah,   antara memilih kata tunggal aku atau saya yang baik dalam penulisan, setelah membaca dari berbagai sumber, kesimpulannya seperti ini:  Aku dan saya memiliki arti yang sama, hanya beda dalam menggunakannya, dalam kamus besar bahasa indonesia Aku:   berarti yang berbicara atau yang menulis dalam ragam akrab, dari lain sumber kata aku menunjukkan statusnya lebih tinggi, usia lebih tua, mempunyai nilai puitis.   Sedangkan Saya: menunjukan statusnya lebih rendah, sopan, formal dan terdengar luwes dari pada aku dan dalam ragam resmi atau biasa. lumayan ada pencerahan setelah sedikit membaca buku ejaan bahasa indonesia yang disempurnakan, in

My life my school

Alhamdulillah berjalan tigabulan sudah homeschooling kami, kita menamakan shofw el fikry homeschooling, namanya sebuah jalan tidak ada yang lurus mulus, semua pasti ada kelokan dan bebatuan, begitu juga perjalanan hs yang baru kami jalani tiga bulan ini, semoga Allah berikan keistiqomahan Aamiin. Hs menjadi pilihan kami bukan kami tidak mempercayai pihak sekolah, bukan itu tapi dikarenakan anak kami pernah menginginkan satu hal yang belum ia penuhi ketika disekolah, mungkin karena teman sebayanya belum memulai melakukannya sedangkan anak saya sudah sering melakukan dirumah, jadi kaya meminta kebiasaan, padahal disekolahnya pun ada tapi dikelas yang lebih tinggi..., ga sabar kali si kaka :D, nah dari situ saya tawarkan maukah belajar sama mamah dirumah, dan dia pun mengiyakan permintaan saya, inilah salah satu alasan menjadikan hs  sebagai pilihan kami. Alasan kedua adalah karena kami masih merantau kesana kemari, ini menjadi alasan terbesar kami juga, semenjak memulai akan memili

Bintang keluarga last post

Setelah kemarin ga sempat menulis karena begah perut, dan malam pun lelap ketiduran, semoga ini pun tidak lupa di submit๐Ÿ˜Š Hari ini Kaka Hisyam dan Zaky bermain bareng teman-temannya di rumah, terlihat seru banget Kaka maen sama teman-teman, Kaka dan temannya main lego, Alhamdulillah mereka bisa bersosialisasi dengan baik sama teman-temannya, Zaky pun begitu, kadang sesekali terdengar Zaky menyampaikan, mobil ini ga dibawa pulang yah๐Ÿ˜, ia sayang mainannya, jadi untuk yang disayanginya dijaga baik2. Pagi tadi Kaka dan teman2 berhasil merangkai Lego menjadi mobil panjang hahahaha Dari perbincangan anak-anak katanya, mobil ini bakal mahal kalo dijual hahaha….  Oke, sorenya Kaka tetap mengajak adeknya mewarnai, tapi zaky lagi tertarik dengan mobilan kesayangannya. Jadi Kaka Hisyam tetap menggambar sendiri. 3 gambar yang diwarnai dan sama adalah hasil papah, Kaka dan Zaky kemarin...lumayan portofolio ๐Ÿ˜ƒ Sampingnya baru hasil gambar tadi dan belum sempat diwarnai. #Harike8 #Tantangan10Hari